Analisis Teori Determinisme Ekonomi Terhadap Kasus Korupsi di Indonesia

 

Analisis Teori Determinisme Ekonomi Terhadap Kasus Korupsi di Indonesia
 

Kata Kunci: Ekonomi, Determinisme, Pejabat, Pemerintah, Korupsi, Materialisme, Marx. Filsafat Kritis

    Para pemikir dari Mazhab Frankfurt mengembangkan filsafat yang dikenal sebagai "teori kritis." Dalam sejarah filsafat, teori kritis sangat dipengaruhi oleh tiga pemikiran utama, yaitu Hegel, Marx, dan Freud (psikoanalisis). Meskipun pemikiran Karl Marx sangat dikenal dalam pembentukan teori kritis di Mazhab Frankfurt, teori kritis tidak sepenuhnya mengadopsi pemikiran Marx yang dianggap terlalu deterministik secara ekonomi. Oleh karena itu, Mazhab Frankfurt dikenal sebagai kaum neo-Marxisme (Bertens, 2014:255 dalam Sholahudin, 2020). Secara historis dan genealogis, teori kritis berasal dari teori Marxis. Pemikiran Marx memberikan dorongan besar bagi perkembangan sosiologi, ilmu ekonomi, dan filsafat kritis. Filsafat kritis ini menjadi salah satu aliran utama dalam filsafat abad ke-20. Kekuatan pemikiran Marx tidak hanya terletak pada aspek teoritisnya, tetapi juga pada kekuatannya sebagai ideologi sosial-politik. Pemikiran Marx digunakan sebagai alat perjuangan oleh banyak generasi dalam gerakan pembebasan di berbagai belahan dunia. Para teoritisi kritis tidak menyatakan bahwa determinisme ekonomi itu salah, tetapi mereka menganggapnya kurang tepat dan perlu melihat realitas sosial masyarakat secara keseluruhan. Menurut teori kritis, analisis Marxian terhadap ketimpangan dalam masyarakat kapitalis di Eropa terlalu reduksionis, karena hanya mengandalkan faktor ekonomi sebagai penentu ketimpangan sosial-ekonomi atau konflik kelas dalam masyarakat kapitalis. Teori kritis yang dikembangkan oleh kaum Neo-Marxian bertujuan untuk mengembangkan analisis Marxian klasik dengan tidak hanya berfokus pada faktor ekonomi, tetapi juga mempertimbangkan faktor sosial, politik, dan budaya lainnya (Ritzer, 2008:176 dalam Sholahudin, 2020). Dari sinilah, teori determinisme ekonomi lahir namun mendapatkan kritikan dari tokoh filsafat lain.

    Determinisme ekonomi adalah teori yang mengusulkan bahwa perkembangan dan struktur masyarakat ditentukan terutama oleh faktor ekonomi. Ide ini berakar pada pemikiran Karl Marx, yang percaya bahwa basis ekonomi atau mode produksi dalam suatu masyarakat adalah elemen kunci yang membentuk struktur sosial, politik, dan budaya. Marx berpendapat bahwa segala perubahan dalam superstruktur (aspek non-ekonomi dari masyarakat) pada dasarnya adalah refleksi dari perubahan dalam basis ekonomi. Dengan demikian, menurut determinisme ekonomi, ekonomi adalah faktor pendorong utama yang menentukan arah sejarah dan dinamika sosial. Dalam perkembangannya, teori kritis yang dipelopori oleh Mazhab Frankfurt mencoba memperluas analisis Marxian klasik dengan menambahkan perspektif dari bidang sosial, politik, dan budaya. Pendekatan ini, yang dikenal sebagai Neo-Marxisme, mengakui bahwa meskipun faktor ekonomi penting, itu bukan satu-satunya determinan dalam kehidupan sosial. Analisis ini menjadi relevan dalam konteks globalisasi modern, di mana interaksi kompleks antara ekonomi, politik, dan budaya semakin jelas. Dengan mengintegrasikan berbagai faktor ini, teori kritis menawarkan kerangka yang lebih komprehensif untuk memahami dinamika sosial kontemporer dan tantangan yang dihadapinya (Akrom. 2012: 1-4).

    Kasus-kasus korupsi yang melibatkan tokoh-tokoh terkenal di Indonesia, seperti kasus Harvey Moeis dan Syahrul Yasin Limpo, dapat dianalisis melalui lensa determinisme ekonomi. Teori determinisme ekonomi menyatakan bahwa basis ekonomi suatu masyarakat menentukan superstruktur sosial, politik, dan budaya. Dalam konteks ini, korupsi dapat dilihat sebagai gejala dari sistem ekonomi yang memfasilitasi dan memotivasi perilaku koruptif. Sistem ekonomi yang memungkinkan akumulasi kekayaan melalui cara-cara yang tidak etis, serta ketidakmampuan institusi untuk menegakkan hukum secara efektif, menciptakan lingkungan yang subur bagi praktik korupsi. Selain itu, korupsi dapat meningkatkan kekayaan para pelaku. Hidup mewah seperti yang dilakukan Sandra Dewi adalah gejala determinisme ekonomi. Tujuan dari determinisme ekonomi yaitu untuk mencari faktor-faktor penyebab dari kasus korupsi yang marak terjadi di Indonesia. Determinisme berasal dari kata Latin "determinare," yang berarti menentukan atau membatasi. Determinare sendiri terdiri dari dua kata yaitu, “de” yang berarti dari atau menyebabkan, “terminare” berasal dari "terminus," yang berarti batas atau akhir. Determinisme ini melihat hubungan sebab-akibat dari faktor ekonomi. Korupsi yang terjadi dapat dilihat dari perspektif faktor determinisme ekonomi.

Gambar 1: Kronologi Kasus Korupsi Yasin Limpo
Sumber: Liputan6



Gambar 2: Kasus Korupsi Harvey Moeis
Sumber: Okezone


    Korupsi sering kali mencerminkan ketimpangan ekonomi yang ada dalam masyarakat. Dalam kasus tersebut, korupsi dapat dilihat sebagai manifestasi dari kekuatan ekonomi yang terkonsentrasi pada segelintir individu atau kelompok yang lebih berkuasa dan haus akan kekayaan materialisme. Mereka yang memiliki akses ke sumber daya ekonomi dan kekuasaan politik sering kali menggunakan posisi mereka untuk memperkaya diri sendiri, yang pada gilirannya memperburuk ketimpangan ekonomi. Determinisme ekonomi membantu menjelaskan bagaimana kekayaan dan kekuasaan yang tidak merata menciptakan insentif untuk korupsi dan mempengaruhi struktur sosial secara keseluruhan. Korupsi memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap pembangunan ekonomi dan sosial. Dalam perspektif determinisme ekonomi, praktik korupsi menghambat efisiensi ekonomi dan mengurangi investasi asing, yang pada akhirnya memperlambat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, korupsi merusak kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah dan memperdalam ketidakpercayaan sosial. Kasus-kasus korupsi besar seperti yang melibatkan suami Sandra Dewi dan Yasin Limpo menunjukkan bagaimana korupsi dapat menimbulkan ketidakstabilan politik dan sosial, yang memperburuk kondisi ekonomi dan meningkatkan ketidakadilan sosial. Lalu, buruknya penanganan pemerintah Indonesia dalam kasus korupsi membuat para pelaku tidak jera. Contohnya, Limpo hanya dihukum 12 tahun penjara saja dengan denda yang kurang memuaskan. Hal ini juga terjadi pada Harvey Moeis yang masa hukumannya terlalu ringan, padahal di negara Cina dan Vietnam pelaku korupsi akan dihukum mati.

    Determinisme ekonomi menekankan bahwa struktur ekonomi suatu masyarakat memiliki pengaruh besar terhadap perilaku sosial, termasuk korupsi. Dalam konteks ini, sistem ekonomi yang ada di suatu negara dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan dan bahkan mendorong perilaku koruptif. Sistem ekonomi ini akan menjadi faktor penyebab ekonomi. Sebagai contoh, ekonomi yang didominasi oleh monopoli dan oligopoli sering kali menghasilkan distribusi kekayaan yang tidak merata, di mana sekelompok kecil orang memiliki kendali signifikan atas sumber daya ekonomi. Ketimpangan ini menciptakan insentif bagi individu-individu berkuasa untuk menggunakan posisi mereka untuk keuntungan pribadi melalui korupsi. Ketimpangan ekonomi yang tajam adalah salah satu faktor determinan yang memicu korupsi. Dalam masyarakat di mana kekayaan dan sumber daya terkonsentrasi di tangan segelintir orang, mereka yang berada di posisi kekuasaan sering kali merasa terdorong untuk memanfaatkan jabatan mereka untuk memperkaya diri sendiri. Ketidakadilan dalam distribusi kekayaan menciptakan rasa tidak aman ekonomi, yang mendorong pejabat untuk melakukan korupsi sebagai cara untuk mempertahankan atau meningkatkan kekayaan mereka. Contoh nyata dapat dilihat dalam kasus-kasus korupsi di Indonesia, di mana pejabat publik yang memiliki akses ke sumber daya negara sering kali terlibat dalam tindakan koruptif. Hal ini juga berkaitan dengan kebutuhan ekonomi yang terus berkembang. Seseorang harus dapat hidup mewah jika ingin mendapatkan prestise dari orang lain. Mereka pun menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan ekonomi berupa uang. Korupsi adalah salah satunya, para pejabat pemerintah biasanya akan tergoda korupsi jika mendapatkan suatu proyek besar yang dapat menguntungkan. Dalam kasus Harvey, dia korupsi sebesar 271 triliun dalam proyek timah tersebut. Hal ini menunjukan bahwa godaan determinisme ekonomi dalam kehidupan tidak bisa ditolak.

    Upah yang rendah bagi pegawai negeri atau pekerja di sektor publik merupakan contoh nyata dari bagaimana determinisme ekonomi mempengaruhi korupsi. Hal ini merupakan permasalah ketimpangan ekonomi di Indonesia. Dalam konteks ini, upah yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak dapat mendorong individu untuk mencari sumber pendapatan tambahan. Di bawah tekanan ekonomi yang berat, pegawai atau pekerja tersebut mungkin merasa terdorong untuk menerima suap atau memanfaatkan jabatan mereka untuk keuntungan pribadi. Dengan gaji yang rendah, mereka mungkin merasa bahwa praktik korupsi adalah satu-satunya cara untuk mengatasi kesulitan keuangan mereka atau untuk meningkatkan standar hidup mereka yang terbatas. Kurangnya kesempatan ekonomi juga memperkuat siklus korupsi dalam teori determinisme ekonomi. Di lingkungan ekonomi yang tertutup atau di mana peluang untuk kemajuan ekonomi terbatas, individu atau kelompok mungkin merasa terjebak dalam situasi di mana mereka sulit untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar secara legal. Keterbatasan ini dapat menyebabkan individu untuk mengeksploitasi posisi mereka secara tidak sah, seperti memanfaatkan akses mereka ke sumber daya publik atau pengambilan keputusan ekonomi, untuk mencapai tujuan ekonomi yang lebih ambisius. Dalam situasi seperti ini, korupsi bukan hanya menjadi tindakan individual tetapi dapat menjadi norma atau strategi kelompok untuk bertahan atau maju dalam kondisi ekonomi yang tidak menguntungkan.

    Selain ketimpangan ekonomi dan kurangnya kesempatan ekonomi, korupsi juga dapat disebabkan oleh faktor-faktor lain yang terkait dengan globalisasi ekonomi. Dalam era globalisasi yang ditandai dengan aliran modal dan investasi internasional yang bebas, terbuka pintu untuk praktik korupsi yang lebih kompleks dan luas. Perusahaan multinasional seringkali menggunakan suap atau gratifikasi untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah atau memenangkan kontrak di negara-negara dengan regulasi yang kurang ketat atau penegakan hukum yang lemah. Hal ini dapat merusak integritas sistem ekonomi dan politik di tingkat nasional, karena kepentingan pribadi seringkali mendominasi kepentingan publik dalam pengambilan keputusan ekonomi dan politik. Selain itu, globalisasi juga membawa konsekuensi ketidakpastian ekonomi dan ketidakstabilan, yang dapat memicu perilaku koruptif. Ketika perubahan ekonomi global yang cepat atau krisis keuangan terjadi, individu dan perusahaan mungkin merasa terdorong untuk mencari cara-cara ilegal atau tidak etis untuk mengamankan posisi ekonomi mereka atau menghindari kerugian. Tekanan untuk tetap kompetitif dalam pasar global yang kompetitif juga dapat mendorong praktik korupsi di antara mereka yang merasa terpinggirkan atau tidak mampu bersaing secara adil. Lebih lanjut, globalisasi juga mempengaruhi norma-norma sosial dan budaya terkait dengan korupsi. Praktik korupsi yang diterima secara budaya dalam suatu negara atau wilayah dapat diperkuat atau bahkan diadopsi lebih luas sebagai tanggapan terhadap integrasi ekonomi global. Perubahan nilai-nilai sosial yang terkait dengan kekayaan dan kekuasaan dalam konteks globalisasi juga dapat mengubah persepsi tentang apa yang diterima atau tidak dalam praktik bisnis dan politik. Dengan demikian, korupsi dalam konteks globalisasi tidak hanya menjadi masalah domestik, tetapi juga mengungkapkan adanya tantangan global yang perlu diatasi secara kolektif. Ini memerlukan kerja sama antarnegara dalam memperkuat regulasi internasional, meningkatkan transparansi dalam praktik bisnis dan pemerintahan, serta membangun kapasitas untuk penegakan hukum yang efektif di tingkat internasional. Hanya dengan pendekatan yang holistik dan terkoordinasi, dampak negatif dari globalisasi terhadap korupsi dapat dikurangi dan kemajuan yang berkelanjutan dapat dicapai dalam memerangi korupsi di seluruh dunia.

    Secara keseluruhan, analisis determinisme ekonomi menyoroti bagaimana kondisi struktural ekonomi suatu masyarakat dapat mempengaruhi perilaku individu dan institusi dalam hal korupsi. Ketika upah rendah dan kesempatan ekonomi terbatas maka akan terjadi ketimpangan ekonomi masyarakat. Tekanan ekonomi yang tinggi juga dapat mendorong praktik-praktik korupsi sebagai respons atau kelangsungan hidup ekonomi. Dalam konteks ini, untuk mengatasi korupsi secara efektif, diperlukan upaya untuk memperbaiki struktur ekonomi yang lebih adil, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, serta memperkuat regulasi dan penegakan hukum yang efektif untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan sumber daya publik. Determinisme ekonomi ini dapat menjelaskan bahwa banyak faktor ekonomi yang mendorong munculnya kasus korupsi di Indonesia. Kasus korupsi memang berkaitan erat dengan ekonomi dan materi. Hal ini sejalan dengan konsep Karl Marx yang menekankan bahwa  ekonomi akan mengubah tatanan sejarah suatu negara.

 

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Agger, Ben. (2012). Teori Sosial Kritis. Bantul: Kreasi Wacana.

Ankersmit. (1987). Refleksi Tentang Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Suseno, Franz Magnis. (2010). Pemikiran Karl Marx dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Arif, M. (2022). Filsafat Ekonomi. Merdeka Kreasi Group.

 

Artikel Jurnal

Akrom. (2012). Karl Marx Insipirator: Teori Kritis Mazhab Frankfrut. Vol. 4, No. 2, hal. 1-8.

Junaidi, J. (2018). Korupsi, pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan di Indonesia.

Setiadi, W. (2018). Korupsi Di Indonesia. Jurnal Legislasi Indonesia, 15(3).

Sholahudin, U. (2020). Membedah Teori Kritis Mazhab Frankfurt: Sejarah, Asumsi, Dan Kontribusinya Terhadap Perkembangan Teori Ilmu Sosial. Journal of Urban Sociology, 3(2), 71-89.

Wijaya. (2008). Pengantar Teori Marxis Tentang Hukum. Jurnal Dinamika Hukum. Vol. 8, No. 3 September. Jakarta: Universitas Pancasila.

Wijaya, C. A. (2009). Filsafat Ekonomi Adam Smith. Jurnal Filsafat, 19(1).

 

Artikel Internet

Britannica. (2024). Determinisme Ekonomi. Diakses pada tanggal 29 Juni 2024 pukul 11.16 WIB dari https://www-britannica-com.translate.goog/topic/economic-determinism.

Sulitsyo. (2024).  Punya Motif Tamak, Jaksa Tuntut Syahrul Yasin Limpo 12 Tahun Penjara. Diakses pada tanggal 29 Juni 2024 pukul 11.40 WIB dari https://www.kompas.id/baca/polhuk/2024/06/28/punya-motif-tamak-syahrul-yasin-limpo-dituntut-12-tahun-penjara.

Komentar